RASA KATA

>> Rabu, April 29, 2009

MAIN

“Indak main doh,” artinya, ungkapan itu berarti “kurang menarik”. Bukan tidak main. Karena kosakata Minang itu makna katanya kadang konotatif.


Bagi orang Minang, kata “main” itu, kadang menjadi ambigu, membutuhkan tafsir berdasarkan konteks kalimat. “Main mah”, itu artinya, kita harus lihat apa yang dikomentarinya atau apa yang disebut main.


Kalau teman kita itu mengomentari seseorang yang membawa pasangannya, kalau pasangannya itu cantik, maka main adalah kata ganti dari cantik. Jika setelah berkenalan, baik, santun, ramah, tak puas hati memandangnya dan dekat dengannnya, maka main di situ tentulah sudah cantik, bauk pula. Main, tentulah bisa juga penuh pesona.


Kalau kita minta pendapat seseorang ketika ingin melamar kerja, ingin tahu apakah perusahaan yang dituju itu bonafid, kesejahteraannya bagus, asuransinya oke, jika kata main dipakai jawabannya, di situ kita menimbang lagi, “Indak main doh,” artinya, rekomendasi tersirat, jangan melamar ke situ. Nah, kalau diajukan jempolnya sembari berkata, “Teruslah, lai main....”. artinya, syarat standar sudah terpenuhi, kalau kita diterima kerja di situ, bakal aman dam memiliki motivasi tinggi.


Kata “main” , bisa juga, bagi orang Minang yang paham makna kiasan, perumpamaan, konotasi pujian, ketika dia mengomentari kedai yang baru kita di tempat yang strategis, kata terlontarnya, “main tempatnya ya....” atau dia menekankan “Nah, disini baru main...” Yang tersanjung akan menjawab, “Lumayanlah.”


Kalau main-main, itu artinya tak sungguh-sungguh. Kalau calon mertua yang mengancam, “Jangan main-main dengan anak saya,” artinya kita harus serius. “Jangan main-main” dalam hal ini, tentu bernada peringatan atau ancaman. Kalau kita “main-main”, alamat badan akan digebuk atau menerima resiko. Tapi, kalu kita main-main sama anak perempuan seseorang, karena dia perempuan mainan, tentulah ini lai artinya. Kita bisa menafsir, bahwa perempuan bersangkutan oke-oke saja diajak laki-laki mamanpun. Tak marah dimain-mainkan, yang penting ada uang silahkan abang main. Dalam hal lain, ada istilah “suka main perempuan”. Lelaki hidung belang, suka perempuan. Atau sepadan artinya, suka gonta-ganti pasangan.


Main sesungguhnya sesuatu yang mengasyikkan. Kaena merupakan sesuatu yang mengasyikkan, maka tersualah oleh kita “permainan”, “bermain”, dan “dimainkan”. Yag menarik, kalau ada orang bilang, bahwa kawan kita itu sebenarnya pemain. Nah. Ini artinya bisa saja negatif dan bisa saja positif. Kalau dia positif, mungkin dia pemain bola, teater atau takraw. Tapi kalau dikatakan “pemain” dalam artian negatif, tentulah geleng-geleng kepala kita. Pemain disini, artinya sering menjadi bagian sesuatu yang tujuannya untuk kepentingan tertentu, tapi orang tak tahu. Bisa juga, pemain ini terjelma sebagai calon peradilan, tender, anggaran, tenaga kerja dan bahkan pengintervensian diam-diam dipecat dan diangkatnya seseorang pada level kekuasaan tertentu.
Main, ternyata kata itu, banyak menawarkan diri atau memiliki rasa makna tersendiri pula. Sebagai kata “main”, ia pun asyik untuk main-main kata. Karena itu sering dengar ada kiasan “main mata”, suatu kompromi atau persekongkolan untuk kepentingan tertentu. “Main sabun”, ada juga. Ini untuk kepentingan sesaat, mengatur angka di dalam pertandingan yang juga kadang disebut “main mata.” Mainkanlah, artinya sesuatu yang diserahkan kepada kita, ajakan atau suruhan, untuk menjadikan di tangan kita hendaknya permainan itu.

Read more...

Rasa Kata

IKIK

Pernah dengar kata “ikik”? Dulu anak-anak mengucapkan dia lebih unggul, lewat selangkah, lebih tinggi atau berada di depan di antara yang lainnya, menyebutnya sebagai ikik. Saya iki dari kamu, berarti dia menang.


Kalau masa kanak-kanak kita ada namanya main “ikik-ikian”, artinya bisa saja tentang permainan siapa yang palin jauh lemparannya, paling tinggi lompatannya, paling dulu larinya. Jelas ikik adalah kata untuk memaparkan sesuatu yang jelas, tak bisa dinafikkan, keberadaan keunggulan, kemenangan atau keduluan maupun ketinggian dibanding yang lain.


Kalau ada pemilihan langsung ketua RW di komplek kita, salah seorang yang dikatakan menang, karena suaranya lebih tinggi dibandingkan lawannya. Begitu juga, caleg-caleg yang gambar dan balihonya nampang dimana-mana saat ini, tak lain untuk meraih suara terbanya, karena yang paling ikik dialah yang akan duduk-dinyatakan menang.


Kalau ada orang tanding layang-layang, itu artinya lomba mana yang ikik mencucuk ke langit. Layang-layang dimainkan, benang diulur ke arah langit, nanti dinilai pandang oleh tim juri, siapa yang paling ikik dalam kriteria yang ditentukan, maka dialah pemenang.


Kata ikik merupakan (pula), kata pembanding. Kalau pertanyaannya, mana ikik pangkat menantu si Anu dengan menantu si Ani? Kalau dua-duanya sama direktur di perusahaan berbeda, maka jawabannya podo. Sama. Nah, dasar orang kita kadang ingin tampak paling ikik, maka penilaian ikiknya diperlebar. Sama-sama direktur oke. Tapi, mana besar perusahaan menantu si Anu dengan menantu si Ani? Begitulah adanya. Selalu orang hendak mencerminkan dirinya paling ikik. Menjelang pemilihan umum pada April 2009 ini, kita selalu, apakah suka atau tidak, berada di posisi orang-orang yang bertemu dengan entah siapa, yang foto balihonya di jalan besar hingga gang paling sempit, minta dicontreng. Minta dicontreng, pada kenyataannya merupakan perwujudan, pertama soal ingin ikik dalam pengumpulan suara, juga kemudian secara sosial, ingin merasa ikik pula.kalau dulu, kita biasa-biasa saja, sekarang (jika terpilih bersuara ikik), tentu saja ikiklah sedikit. Karena ikik di jabatan (dulu menganggur, merokok-roko saja kerja), karena iseng-iseng mencalonkan diri di partai, eh tahu-tahu ikik dalam pengumpulan suara, kita pun akan lebih percaya diri bicara. Tak jarang, perasaan ikik daripada orang lain, membuat kita merasa (sok) pintar, sehingga setiap bicara/pidato, menghimbau dan menggurui orang lain.


Dalam hidup bergaul-berteman banyak, kita tak jarang orang ngomong tak mau kalah. Dia ingin paling ikik. Kalau hebat, dialah yang paling hebat. Kalau pintar, dialah yang pintar. Kalau ketua,dialah yang harus jadi ketua. Kalau makan, dialah yang harus dulu menyanduk nasi. Pokonya dia ingin lebih tampak hebat, tinggi, pintar dan sebagainya dibanding yang lain.


Kata ikik terkesan sebagai kata untuk mengukur sebuah permainan. Di dalamnya ada makna yang bisa kita tuai, bahwa kosakata Minang ini : ikik, sudah jarang digunakan orang, apalagi generasi terkini. Karena apa? Sudah banyak kata pengganti yang sepadan, “ikik” dari kata ikik itu sendiri. Tetapi kata ikik, tentulah ada yang menarik, jika masih ada kelompok tertentu orang Minang yang menggunakannya. Berharap mengapresiasi bahasa Minang, di tengah keluarga orang Minang yang telah mentradisi berbahasa Indonesia di rumah dan dalam komunikasi harian dengan ayah, ibu, anak, dan adik-kakak dalam bahasa Indonesia, kata “ikik” mungkin mati tercekik. Kita hanya mungkin bisa bertanya ke orang tua-tua dahulu, atau buka kamus bahasa Minang, “ikik” itu apa?


Ikik sama dengan melebihi. Ikik adalah kata yang akhirnya kita pahami: kesimpulan akhir yang gemilang dibanding kelompok pengukurnya. Aku ikik dari kamu, karena aku memiliki nilai lebih dibanding kamu. Aku profesional, kamu tidak. Makanya aku lebih ikik dari kamu, sebagaimana kamu lebih ikik dari aku di bidang futsal.


Ikik adalah kepastian: ada yang unggul, kita harus bertepuk tangan, agar ikik yang diraih terasa sebagai suatu kebahagiaan.

Read more...

WILAYAH MINANGKABAU

>> Kamis, April 23, 2009

Wilayah budaya Minangkabau adalah wilayah tempat hidup, tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Minangkabau. Minangkabau memiliki wilayah budaya yang luas. Wilayah itu meliputi tiga provinsi yakni, Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Konon, pengaruh budaya Minangkabau itu sampai ke daratan Malaysia seperti Negeri Sembilan dan daratan wilayah administratif Provinsi Aceh seperti Tapak Tuan. Pengaruh budaya yang sedemikian luas, tentu memberikan gambaran besarnya pengaruh Minangkabau pada masa silam.


1. WILAYAH MINANGKABAU

Wilayah Minangkabau adalah tempat hidup, tumbuh dan berkembangnya suku bangsa Minangkabau. Dalam wilayah itu mereka mengembangkan kehidupan dan menerapkan nilai-nilai yang turun temurun. Di dalam wilayah itu mereka berusahan secara ekonomis, sosial dan budaya. Budaya yang turun temurun dari nenek moyang mereka, selalu mengalami pertumbuhan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Di dalam tambo dikatakan wilayah Minangkabau sebagai berikut:


Nan salilik Gunuang Marapi,

saedaran Gunuang Pasaman,

sajajaran Sago jo Singgalang,

saputaran Talang jo Kurinci



Dari Sirangkak nan badangkang

hinggo buayo putiah daguak,

sampai ka pinturajo Ilia

durian ditakuak rajo.



Sipisau-pisau anyuik,

sialang balantak basi,

hinggo aia babaliak mudiak,

sampai ka ombak nan badabua.



Saaliran batang Sikilang,

hinggo lawik nan sadidih,

ka timua Ranah Aia Bangih,

Rao jo Mapatunggua, Gunuang Mahalintang.



Pasisia Banda Sapuluah,

hinggo Taratak Aia Hitam,

sampai ka Tanjuang Samalidu,

pucuak Jambi sambilan lurah.



Sebagian dari daerah-daerah yang disebutkan di dalam tambo itu sukar ditemukan dalam peta. Kemungkinan daerah itu terlalu kecil, sehingga tidak dicantumkan pada peta geografis. Atau, nama-nama daerah itu telah diganti sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi, sebagian besar dari daerah tersebut masih dapat ditandai dan ditemukan dalam peta. Hal itu menunjukkan bahwa tambo dapat dijadikan sebagai bahan untuk mempelajari wilayah budaya Minangkabau.

Wilayah budaya Minangkabau disebutkan di dalam tambo, yaitu sekitar enam buah gunung. Gunung Merapi, Pasaman, Sago, Singgalang, Talang, terletak di Provinsi Sumatera Barat, sedangkan Gunung Kerinci berada di wilayah Jambi. Hal itu menunjukkan bahwa Minangkabau lebih luas dari wilayah Provinsi Sumatera Barat


2. BATAS-BATAS WILAYAH MINANGKABAU

Oleh karena sebagian besar dari nama-nama daerah yang disebutkan di dalam tambo itu masih ada, maka batas-batas wilayah Minangkabau dapat ditentukan. Lebih jelasnya batas-batas itu adalah sebagai berikut:

  1. Sebelah Utara berbatas dengan Sikilang Air Bangis
  2. Sebelah Selatan Taratak Aia Hitam dan Muko-muko di Provinsi Bengkulu
  3. Sebelah Barat dengan “ombak nan badabua” atau Samudera Hindia.
  4. Sebelah Timur berbatas dengan Durian Ditakuak Rajo, Buayo Putiah Daguak, dan Sialang Balantak Basi.

Berdasarkan batas-batas tersebut, semakin kelihatan bahwa wilayah Minangkabau lebih luas dari Provinsi Sumatera Barat sekarang. Wilayah meliputi sebagian Provinsi Riau dan sebagian Provinsi Jambi. Dengan demikian berarti pula, pengaruh budaya Minangkabau sampai ke wilayah lain di luar Provinsi Sumatera Barat.

Untuk melihat wilayah Minangkabau itu, dapat dibaca pada peta geografis. Melalui peta itu pula dapat dibandingkan antara Sumatera Barat sekarang dengan wilayah Minangkabau


Read more...

Wisata Minang (Jembatan Aka)

>> Kamis, April 16, 2009


Potensi wisata Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat sangat mengagumkan. Salah satunya adalah Jembatan Aka. Di atas Sungai Bayang di Pessel terletak jembatan unik yang belum dimiliki daerah lain di dunia. Jembatan terbuat dari jalinan dan susunan akar-akar kayu besar yang namanya kayu gadis (Beringin). Maka itu jembatan tersebut dinamakan dengan jembata akar.

Dari kota Padang ke objek wisata itu jaraknya 65 kilometer dan 24 kilometer dari Painan. Dari sejarahnya jembatan itu mulanya dibuat oleh seorang tokoh masyarakat bernama Pakiah Sokan tahun 1916. tujuannya untuk menghubungkan dua desa yang terpisah oleh sungai. Akar kayu yang besar yang tumbuh berseberangan saling berdampingan. Jembatan yang panjangya 25 meter dengan lebar 1,5 meter dibawahnya terdapat sungai yang jernih dan batu-batu yang besar

Read more...

Kuliner (lamang)


Lamang, makanan pulut khas Sumatera Barat. Setiap hari besar seperti Idul Adha, Idul Fitri, 1 Muharram dan hari besar Islam lainnya, masyarakat Sumatera Barat kerap membuat lamang ini. Ada dua jenis lamang, lamang pisang dan lamang biasa. Lamang biasa hanya berbahan dasar pulut putih, sedangkan lamang pisang berbahan dasar pulut putih dan pisang. Biasanya digunakan pisang raja atau pisang batu. Adonan pulut ini diberi santan dan garam, lalu dimasukkan ke buluh (bambu) dengan ukuran sedang. Setelah itu dibakar hingga matang. Setelah setengah matang aroma yang khas akan keluar, sehingga menggugah selera.

Jika anda baru pertama kali ke Sumbar, tidak ada salahnya mencoba lamang ini, sebab di pasar-pasar di setiap kabupaten/kota yang ada di Sumbar, ada pedagang lamang. Pilihlah lamang yang padat, putih bersih dan mengkilat, karena yang mengkilat akan terasa enak. Keenakan lamang ditentukan santan yang digunakan. Semakin banyak santan yang digunakan, semakin kental, rasa lamang akan terasa sedap. Jika perlu dapat dijadikan oleh-oleh, karena lamang dalambambu dapat bertahan hingga 4 hari.


Read more...

RASA KATA: Nio

>> Selasa, April 07, 2009

Nio?

Pertanyaan ini bisa membuahkan geleng atau angguk. Tidak atau iya. Karena, memang hidup ini kadang berada di simpang “nio”, untuk memutuskan esensi atau pilihan hati (pikiran) apa yang kita kehendaki secara subyektif.

Kalau orang Minang menyebut kata “nio” itu artinya “mau”. Nio sama dengan mau atau ingin. “Apo nio paja ko (Apa maunya dia ini),” atau “Hiduik ka indak bisa nionyo awak (hidup ini tidak bisa maunya kita)”. Karena itu, kalau kita bisa mengarifi, hidup tak bisa sesuai dengan maunya kita saja, maka, kita akan mengangguk bijaksana. Orang juga punya nio, punya mau yang perlu kita pertimbangkan.

Kalau kita pahami nio sebagai ingin, yah setiap kita punya ingin. Karena ingin, kita idealnya, isi dulu ruang-ruang kebutuhan diri dulu. Kita sadar, hidup ini selalu akan menghujamkan godaannya, seakan berbisik mesra: hidup hanya sekali, mekarkanlah inginmu. Lalu kita lupa mengukur bayang-bayang sepanjang badan. Hal ideal, bayangan badan adalah batas mampu kita, terabaikan, karena kita ingin memanipulasi asal cahaya yang membuat bayangn kita menjauh dari realita riil, tak terlihat lagi, tapi terbayangkan saja sesuai nafsu “nio” alias ingin tadi.

Kalau orangtua memaksa anaknya menikah dengan pilihan hatinya, si anak gadis sering menggeleng dan sesekali membenam tangis di balik bantal, itu artinya amak dan abaknya, menyuruh anaknya kawin dengan orang yang dia tidak nio. Padahal, si anak, nio abak dan amaknya memahami kebutuhannya, bahwa dia nio menikah dengan orang yang dia inginkan. Diinginkannya inilah yang jadi dibutuhkan. Padahal anaknya butuh si Badu, orangtuanya ingin si Anu. Yang dibutuhkan anak, adalah keinginan anak: tertumpang impian-impian yang berenergi dan butuh tadi. Tapi kalau ingin kisah cinta Romeo dan Juliet, mereka menginginkan racun untuk jalan bersama menuju mati, kebutuhan untuk dihormati dalam saling cinta tak terpenuhi.

Itu antara lain bicara nio. Kalau ditanya nionya para caleg, maka dia ingin terpilih, kalau ditanya lagi apa butuhnya? Suara sebanyak-banyaknya. Nah, adakah dia memenuhi dan berjuang meraih apa yang dibutuhkan.

Yang susahnya, jadi orang banyak nio. Banyak mau. Banyak ingin. Semua akhirnya buat kita jadi emosional, kadang pemarah hingga berpikir hidup ini tidak indah. Gaji pas-pasan, maunya selera lepas. Kerja malas. Diajak orang kerja, maunya seperti yang kita nio, tak sebagaimana aturan atau standar orang yang menggaji kita. Kita selalu terjebak oleh keinginan bahwa orang lain itu harus seperti apa yang kita mau. Makanya, kalau orang berlabel “cap nio” ini disuruh cari anak buah, merekrut karyawan, bukan mustahil hasilnya seperti yang dia nio, bukan sebagaimana mestinya mengisi kebutuhan. Kalau ada yang mengingatkan dan mengkritik pilihannya maka jawabnya, “Yang bos itu aku, ya semaukulah...”

Kadang pening pula kita. Misalnya melirik ke wilayah politik. Kepemimpinan. Lau, muncullah sebuah pertanyaan, apakah bupati/walikota, gubernur hingga presiden itu hadir bukan berdasarkan kebutuhan rakyat tapi keinginan partai atau politisi? Apa pasal? Sebelum nyoblos langsung, orang yang dicalonkan sesungguhnya sudah ditonggokkan saja oleh partai atau geng politisi? Kita tinggal memilih nama-nama yang mereka inginkan memimpin negeri ini, bukan berdasarkan siapa yang dibutuhkan memimpin negeri ini. Makanya banyak putra-putri Indonesia tercinta, yang hebat, bermoral dan cerdas, lantaran tidak dimunculkan karena mungkin tidak berpartai dan tidak berduit, sehingga apa yang kita nikmati di negeri ini, mulai dari berbagai kebijakan dan polah kepemimpinan, sesungguhnya menimbulkan pertanyaan besar: iko nionyo urang-urang nan banamo politisi atau pemain yang ingin memaksakan keinginannya kelak jika orang diinginkan jadi pemimpin.

Kata nio, bagian dari spirit komunikasi atau percakapan sehari0hari. Nio adalah mau, ingin, yang sebagaimana terungkap di atas, merupakan simpang pilihan, yang lebih tegasnya:berpikir pada kebutuhan. Dari situlah kelak, apakah kita bisa menggumamkan lata nio, mau, ingin....

Read more...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP