WILAYAH DAREK

>> Kamis, Juli 15, 2010

Wilayah Minangkabau terbagi atas tiga kelompok. Kelompok itu dibuat atas kedudukannya. Ada wilayah darek atau luak (luhak), ada wilayah rantau, dan ada wilayah pasisia (pesisir). Mengenal pembagian wilayah itu berari mengenal pembagian wilayah itu berarti mengenal wilayah Minangkabau secara terinci.

1. LUHAK TANAH DATAR

Banyak cerita di dalam “tambo” tentang asal-usul Luhak Tanah Datar ini. Sekurang-kurangnya ada dua cerita yang menonjol. Cerita pertama menyebutkan, dahulu kala, ketika nenek moyang orang Minangkabau masih tinggal di puncak Gunung Marapi, di sana ada tiga buah sumur. Sumur diartikan juga dengan luak (luhak). Salah satu dari ketiga sumur itu ada yang terletak di tanah yang datar. Orang-orang yang biasa minum di luhak tersebut pindah ke suatu tempat. Tempat itulah yang kemudian dinamakan “Luak Tanah Datar” sesuai dengan tempat sumur di Gunung Marapi.

Cerita kedua, Nenek moyang orang Minangkabau pertama-tama membuat nagari itu terasa sempit, karena penduduk berkembang juga. Akhirnya mereka mencari daerah baru. Salah satu daerah itu ialah daerah yangbtidak rata, tidak datar. Tanahnya berbukit-bukit dan berlembah-lembah. Nama tempat itu mereka tetapkan sesuai dengan kondisi daerahnya, yakni Luak Tanah Datar. Luak di sini mengandung makna “kurang”, jadi daerah yang tanahnya kurang datar. Itulah cerita”tambo”.

Di dalam mamangan atau kato pusako diungkapkan:

Dari mano titiak palito

dari telong nan batali

Dari mano asa niniak kito

dari puncak Gunuang Marapi

(Dari mana titik pelita

dari telong yang bertali

Dari mana asal nenek kita

dari puncak Gunung Merapi)

ungkapan di atas menunjukkan asal nenek moyang Minangkabau. Disebutkan, asal mulanya adalah dari lereng Gunung Marapi, yakni Pariangan Padang Panjang. Pariangan Padang Panjang adalah tempat yang mula-mula menjadi pemukiman. Oleh karena penduduk kian berkembang, tempat itu terasa tidak memadai lagi. Itulah sebabnya mereka mencari tempat baru. Slah satu tempat baru itu adalah Luhak Tanah Datar.

Luhak Tanah Datar disebut juga luhak nan tuo (luhak yang tua). Hal itu ada hubunganya dengan perpindahan dari Pariangan Padang Panjang. Yang pertama pindah adalah rombongan yang Tanah Datar, kemudian barulah menyusul rombongan ke luhak yang lain.berdasarkan hal itu disebutlah Luhak Tanah Datar sebagai luhak nan tuo.

Luhak Tanah Datar memiliki ungkapan yang khas. Ungkapan itu berbunyi “buminyo lembang, aianyo tawa, ikannyo banyak” (buminya lembang, airnya tawar, ikannya banyak). Ungkapan itu melukiskan watak masyarakatnya. Luhak ini penduduknya ramai, status masyarakatya tidak merata, mungkin karena disinilah dulunya terletak pusat Kerajaan Pagaruyuang.

Rumah gadang Luhak Tanah Datar juga berbeda dengan rumah gadang lain. Rumah gadangnya memiliki anjungan di sebelah kiri dan kanan. Rumah gadang seperti itu adalah rumah gadang lareh Koto Piliang. Hal ini menunjukkan bahwa luhak ini, lareh Koto Piliang lah yang sangat berpengaruh.

Daerah-daerah yang termasuk ke dalam Luhak Tanah Datar ini adalah:

1) Tampuak Tangkai Pariangan VIII Koto dengan nagari: Pariangan, Padang Panjang, Guguak, Sikaladi, Koto Tuo, Tanjung Limau, Sialahan, Batu Basa.

2) Tuuah Langgam Dihilia denga nagari: Turawan, Padang Luar, Padang Magek, Sawah Kareh, Kinawai, Balimbiang, Bukit Tamusu.

3) Limo Kaum XII Koto dengan nagari: Dusun Tuo, Balah Labuah, Balai Batu, Kubu Rajo, Piliang, Ngungun, Panti, Silabuak Ampalu, Parambahan, Cubadak, Supanjang, Pabalutan, Sawah Jauah, Rambatan, Tabek Sawah Tangah.

4) IX Koto di Dalam dengan nagari: Tabek Boto, Salogondo, Baringin, Koto, Baranjak, Lantai Batu, Bukik Gombak, Sungai Ameh Ambacang Baririk, Rajo Dani.

5) Tanjung Nan Tigo Lubuak Nan Tigo denga nagari: Tanuang Alam, Tanjuang Sungayang, Tanjuang Barulak, Lubuak Sikarah, Lubuak Simauang, Lubuak Sipunai.

6) Sungai Tarab VIII Batu dengan nagari: Limo Batu dan Tigo Batu, Ikua Kapalo Kapak, Randai Gombak Katitiran dengan nagari: Koto Tuo Pasia Laweh, Koto Baru Rao-rao, Salo Patir Sumaniak, Supayang, Situmbuak, Gurun Ampalu, Sijangek Koto Badampiang.

7) Langgam Nan Tujuah dengan nagari: Labutan, Sungai Jambu, Batipuah nagari Gadang, Tanuang balik Sulik Aia, Singkarak, Saniang Bakar, Silungkang Padang Sibusuak, Sumaniak, Suraso.

8) Batipuah X Koto dengan nagari: Batipuah, Koto Baru Aia Angek, Koto Laweh, Pandai Sikek, Panyalaian, Bukik Suruangan, Gunuang, Paninjauan, Jaho Tambangan, Pitalah Bungo Tanjuang, Sumpu Malalo, Singgalang.

9) Lintau Buo IX Koto dengan nagari: Batu Buleh, Balai Tangah, Tanjuang Bonai, Tapi Selo Lubuak Jantan, Buo, Pangian, Taluak Tigo Jangko.

2. LUHAK AGAM

Asal usul Luhak Agam juga ada ceritanya dalam tambo. Cerita pertama sama versinya dengan Luhak Tanah Datar. Di Gunuang Marapi tedapat pula sumur (luak). Luak itu ditumbuhi oleh rumput mensiang (agam). Mereka yang biasa minum di sumur itu kemudian pndah ke suatu tempat daerah. Tempat pindahnya itu kemudian dinamakan sesuai dengan nama sumur tempat mereka biasa minum, yakni Luak Agam.

Cerita kedua, setelah rombongan untuk ke Tanah Datar berangkat dari Pariangan Padang Panjang, berangkat pulalah rombongan kedua. Rombongan yang ini menuju Utara. Di tempat tujuannya itu, mereka menemukan lubuk atau luak yang dipenuhi oleh tumbuhan mensiang (agam). Akhirnya tempat itu dinamakan Lubuk Agam yang kemudian berubah menjadi Luhak Agam. Dari sini dinamakan Luhak Agam itu.

Daerah yang bernama Luhak Agam ini diungkapkan di dalam mamangan orang Minangkabau sebagai berikut:

Nan sabalik Gunuang Marapi,

saedaran Gunungan Singgalang,

sakaliliang Danau Maninjau

banamo Luak Tanah Agam

(Yang sekeliling Gunung Marapi,

seedaran Gunung Singgalang,

sekeliling Danau Maninjau,

bernama Luhak Tanah Agam).

Luhak Agam disebut juga luhak nan tangah atau luhak yang tengah. Nama ini sesuai dengan keberangkatan rombongan dari Pariangan Padang Panjang. Rombongan berangkat di antara rombongan yang Tanah Datar dengan rombongan yang Limo Puluah Koto. Oleh karena mereka berangkat di antara itu (di tengah), maka Luhak Agam disebut Luhak Nan Tangah.

Luhak Agam juga memiliki ungkapan. Ungkapannya dinyatakan sebagai berikut “buminyo angek, aianyo karuah, ikannyo lia” (buminya panas, airnya keruh, ikannya liar). Ungkapan itu sesuai dengan watak masyarakatnya. Penduduk Agam digambarkan sebagai orang yang berwatak panas, masyarakatnya heterogen, persaingannya dalam hidup sangat tajam. Persaingan antara satu nagari dengan nagari tetangganya sangat ketat.

Rumah gadang Luhak Agam berbeda dengan rumah gadang Tanah Datar. Rumah gadangnya berlantai rata. Tidak ada anjungan di kiri kanannya.hal ini menggambarkan bahwa Luhak Agam menganut kelarasan Bodi Caniago, atau aliran Datuak Parpatiah Nan Sabatang.

Menurut tambo, perpindahan penduduk dari Pariangan Padang Panjang ke daerah ini terjadi empat kaum. Periode pertama sampai ke daerah IV Angkat sekarang. Mereka mendirikan nagari: Biaro, Balaigurah, Lambah, Panampuang.

Rombongan kedua mendirikan nagari: canduang Koto Laweh, Kurai, dan Banuhampu. Rombongan ketiga mendirikan nagari Sianok, Koto Gadang, Guguak, dan Tabek Sarojo. Rombongan keempat mendirikan nagari : Sariak, Sungai Pua, Batagak, Batu Palano.

Dengan keberangkatan empat rombongan itu mereka di Luhak Agam hanya mendirikan enam belas koto pada mulanya. Kemudian barulah berkembang dan lahirlah nagari di daerah lain seperti : Kapau, Gaduik, Salo, Koto Baru, Magek, Tilatang Kamang, Tabek Panjang, Simarasok, Padang Tarab dan lain-lain.

3. LUHAK LIMO PULUAH KOTO

Luhak Limi Puluah Koto juga memiliki cerita tentang asal usulnya. Cerita pertama sama versinya dengan Luhak Tanah Datar dan Luhak Agam. Sumur yang ketiga di puncak Gunung Marapi menjadi tempat minum lima puluh keluarga. Keluarga yang biasa minum air sumur itu pindah ke sebelah Timur Gunung Marapi. Ketika sampai di tempat baru itu mereka memberi nama sesuai dengan nama tempat minumnya di Gunung Marapi, yakni Luhak Lima Puluh atau sumur tempat minum lima puluh keluarga. Kemudian ditambah dengan kata “koto” di belakangnya. Sempurnalah nama Luhak Limo Puluah Koto.

Cerita kedua di dalam tambo, berangkat sebanyak lima puluh orang dari Pariangan Padang Panjang. Sampai di suatu tempat mereka bermalam. Pagi-pagi ternyata anggota rombongan kurang lima orang. Setelah ditanya kepada semua anggota, ternyata tidak ada yang tahu kemana yang lima orang itu. Tempat itu kemudian diberi nama Padang Siantah, yakni dekat Piladang sekarang.

Kata luak berarti kurang. Jadi anggota yang berombongan lima puluh orang itu, kini telah berkurang atau telah luhak. Dari anggota rombongan yang lima puluh yang telah luak itulah diberi nama daerahnya yang baru, yaitu Luhak Lima Puluh, kemudia ditambah dengan “koto” di belakangnya. Dengan demikian, disebutlah daerahnya itu sebagai Luhak Lima Puluh Koto.

Luhak Limo Puluah Koto disebut luhak nan bungsu atau luhak yang bungsu. Nama itu diambil dari urutan, giliran keberangkatan rombongan dari Pariangan Padang Panjang. Rombongan yang terakhir berangkat adalah rombongan yang menuju luhak ini. Oleh karena itu dinamakan luhaknya sebagai luhak nan bungsu.

Ungkapan khas untuk luhak ini juga ada, yaitu “buminyo sajuak, aianyo janiah, ikannyo jinak” (buminya sejuk, airnya jernih, ikannya jinak). Ungkapan ini memberikan gambaran pula terhadap watak masyarakatnya. Luhak Limo Puluah Koto penduduknya homogen dan penuh kerukunan. Mereka memiliki ketenangan dalam berpikir.

Rumah gadang di Limo Puluah Koto sama dengan rumah gadang di Luhak Agam. Lantainya rata, tidak ada anjungan seperti di Tanah Datar. Hal itu juga menggambarkan bahwa anutannya adalah Bodi Caniago atau mengikuti paham Datuak Parpatiah Nan Sabatang.

Menurut tambo, nagari-nagari yang ada di Luhak Limo Puluah Koto terdiri dari lima bagian, yakni:

1) Sandi, yang meliputi Bukit Sikabau Hilir sampai Muaro Mudiak, Nasi Randam sampai Padang Samuik nagarinya adalah Koto Nan Gadang dan koto Nan Ampek.

2) Luhak, meliputi dari Mungo Mudiak sampai ke Limbukan, Mungo, Koto Kaciak, Andaleh, Tanjuang Kubu, Banda Tunggang, Sungai Kumuyang, Aua Kuniang, Tanjung Pati, Gadih Angik, Limbukan, Padang Karambia, Limau Kapeh, Aia Tabik Limo.

3) Lareh, meliputi sejak dari bukit Cubadak sampai Padang Balimbiang. Pusatnya adalah Sitanang Muaro Lakin, kemudian lahir nagari-nagari: Ampalu, Halaban, Labuah Gunuang, Tanjuang Gadang, Unggan, dan Gununga Sahilan.

4) Ranah, meliputi Gantiang, Koto Laweh, Suliki, Sungai Rimbang, Tiakar, Balai Mansiro, Talago, Balai Talang, Balai Kubang, Taeh, Simalanggang, Piobang, Sungai Baringin, Gurun, Lubuak Batingkok, Tarantang, Sari Lamak, Solok, Padang Laweh.

5) Hulu, meliputi daerah Padang Laweh, Sungai Patai, Suliki, Gunuang Sago, labuah Gunuang, bali Koto Tinggi.



Read more...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP